Industri ritel besar perlahan mulai meredup dengan bergugurannya gerainya satu per satu. Berbagai spekulasi pun penyebab tutupnya gerai ritel muncul, mulai dari rendahnya konsumsi masyarakat, pergeseran pola konsumsi, hingga perkembangan teknologi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, industri ritel saat ini sedang dalam masa pemulihan setelah mengalami titik terendah pada 2017. Penutupan gerai-gerai ini pun sebagai bentuk efisiensi agar dapat mencari model bisnis yang pas.
“Ritel memang mengalami perlambatan tapi titik terendahnya sudah terlewati pada tahun 2017 lalu. Saat ini proses pemulihan. (Bisa pulih) tapi butuh waktu lama asal efisiensi dan model bisnisnya bisa diakselerasi,” ujarnya saat dihubungi iNews.id, Minggu (20/1/2019).
Menurut dia, industri ritel ke depannya akan kembali pulih meski membutuhkan waktu yang lama. Namun, peritel besar harus jeli mencermati bisnis model seperti apa yang cocok untuk saat ini agar bisa bersaing dengan perkembangan zaman.
“Misalnya dari jualan bahan kebutuhan pokok ke lifestyle sepatu dan aksesoris olahraga, atau obat obatan yang cukup laku,” kata dia.
Dengan bisnis model yang sekarang, supermarket tidak mampu menyaingi minimarket yang tokonya lebih tersebar dan lebih dekat dengan rumah konsumen. Dengan kemudahan letak lokasi toko membuat masyarakat lebih memilih belanja ke minimarket karena bisa diakses dengan berjalan kaki dari rumah.
Kemudian, di era digital ini juga peritel melakukan perubahan dari sisi pelayanannya yang berbasis teknologi. Hal ini agar ritel besar tidak kalah saing dengan industri e-commerce yang tengah digandrungi masyarakat karena kemudahan bertransaksinya.
“Supermarket dan ritel scara umum hrus tawarkan experiences baru misalnya kasir otomatis sperti di AS dan China. Atau offline to online(O2O). Jaringan pemasarannya hrus diperluas ke e-commerce,” ucapnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, PT Hero Supermarket Tbk memutuskan untuk menutup 26 gerai jaringan ritel Giant. Hal itu juga disusul dengan pemutusan hubungan kerja 523 karyawannya sepanjang 2018.
Apabila melihat lebih jauh lagi, sebelumnya sudah ada beberapa ritel yang menutup gerainya. Sejak dua tahun lalu, tercatat 7-Eleven gulung tikar. Tak hanya itu, beberapa perusahaan ritel, yakni PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana), PT Matahari Department Store Tbk juga memilih menutup sejumlah gerainya.