Pengusaha Ritel Berharap Menteri Baru Jokowi Bisa Dorong Konsumsi

0
837

JAKARTA – Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Ma’ruf Amin akan dilantik pada 20 Oktober 2019 siang. Presiden Joko Widodo membuka opsi untuk langsung mengumumkan jabatan Menteri yang akan masuk dalam Kabinet Kerja jilid II pada sore harinya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, Menteri pada pemerintahan baru ini diharapkan bisa lebih mendorong konsumsi rumah tangga. Karena menurutnya, konsumsi rumah tangga merupakan salah satu instrumen penting pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani baru katakan “bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan dorongan kepada konsumsi harus diperhatikan Menteri yang baru,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Minggu (20/10/2019).

Menurut Roy, setengah pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga. Sisanya adalah dibagi dari sektor investasi, belanja pemerintah hingga neraca perdagangan alias impor dan ekspor.

“Karena sektor konsumsi sampai hari ini masih merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi. Hampir 56% dikontribusikan konsumsi. Baru ada hitungan investasi baru ada hitungan pengeluaran pemerintah baru ada hitungan impro dikurangi ekspor. Artinya apa begitu pentingnya konsumsi harus dijaga,” jelasnya.

Roy menjelaskan, antara daya beli dan konsumsi merupakan sesuatu yang berbeda. Karena menurutnya, konsumsi merupakan sesuatu yang pasti dan tepat, sedangkan daya beli adalah merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan dilihat.

Daya beli dan konsumsi sesuatu yang berbeda yang yang diukur pemerintah dan kita adalah sektor konsumsi. Daya beli tidak diukur sifatnya enggak akan yang tepat,” jelasnya.

Sebagai salah satu contohnya, dalam beberapa tahun terakhir disebut-sebut adnya penurunan daya beli. Hal tersebut hanya berdasarkan adanya beberapa perusahaan ritel yang menutup tokonya.

Namun yang tidak banyak diketahui, ternyata konsumsi masih sangat tinggi. Karena menurutnya, masih banyak masyarakat yang mau spending uangnya untuk berkunjung ke mal baik itu hanya untuk makan maupun hanya sekedar mencari hiburan.

Selain itu, beberapa agen perjalanan juga ramai peminatnya. Hal tersebut menurutnya cukup membuktikan jika konsumsi masyarakat tetap tinggi meskipun banyak yang mengatakan adanya penurunan daya beli.

“Kalau dibilang daya beli melemah kenapa di mal ramai. Kulinery leasure, traveling entertaiment, dana pihak ketiga dalam bentuk saving. Berarti kan bukan kemampuan masyarakat,” jelas Roy.

Jika melihat hal tersebut menurut Roy, bukan daya beli lah yang menurun. Melainkan adanya pergeseran pola belanja yang dilakukan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju.

“Tapi hanya karena cara kerja atau perilaku konsumen yang mengacu pada belanja efektif, belanja efisien belanja secukupnya. karena masyarakat dan konsumen sudah mulai smart lebih mengutamakan adanya saving adanya alokasi kesehatan alokasi pendidikan akibat masyarakat kita yang sudah lebih modern,” jelasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here